IMPLIKASI SISTEM MERIT DI BIROKRASI (Tuntutan Profesionalisme ASN Pasca SOTK Baru)



Seraya mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, agenda reformasi nasional bergerak laju menuju Indonesia sebagai negara yang sukses menjalankan demokrasi, kemantapan dan berwibawanya dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bermartabat. Refomasi Indonesia, juga menghendaki terhadap perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan, yang mana pada saat era Orde Baru sistem penyelanggaraan pemerintahan daerah menganut sistem Sentralisasi dengan dasar hukum perundangan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, pada pasca Orde Baru maka sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah berubah menjadi Sistem Desentralisasi, dengan peraturan perundang-undangan UU Nomor 22/1999, dirubah ke UU Nomor 32/2004, dan dirubah kembali menjadi UU Nomor 23/2014, dan disempurnakan dalam UU Nomor 9/2015 tentang Perubahan Kedua UU 23/2014 tentang Pemeritahan Daerah. Dan sebagai aktualisasi untuk mengoperasionalisasikan dari UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah tersebut selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Apa yang menjadi fokus isu dalam pembahasan atas perangkat daerah tersebut ?, lalu apa yang diharapkan jika agenda reformasi birokrasi dapat menunjukkan kinerja perangkat daerah yang lebih profesional, akuntabel dan responsif sebagaimana amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ?. Ini yang akan penulis bahas untuk disikapi serta disiasati bersama agar bagaimana mengawal Indonesia dan Pemerintahan Daerah dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, yang terlayani oleh aparatur penyelenggara negara dengan baik, dan menjadikan diri ASN sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat dengan tugas, pokok, fungsi dan kewenangannya yang berdasarkan kepada kualitas individu aparatur negara tersebut yang baik dan cakap.

Kajian dan isu tentang kepegawaian negara bukanlah sesuatu hal yang baru, namun ia-nya selalu menjadi pusat perhatian penting yang sangat fundamental demi terwujudnya penyelenggaraan organisasi pemerintahan. Masyarakat awam memandang terkadang ada yang tidak menganggap arti penting terhadap eksistensi pegawai aparatur negara, dan ada juga yang lebih banyak memperhatikan eksistensi pegawai aparatur negara sebagai mesin birokrasi penyelenggaraan pelayanan negara kepada warga negara.

Pasca pembentukan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) di beberapa tingkat Pemerintahan Daerah, baik itu tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, khususnya di Pemerintahan Daerah se-Provinsi Kepulauan Riau ini, ada hal yang menarik dan perlu pengawasan publik atau dari masyarakat untuk mengawasi jalan dan proses karir dari pengisian jabatan pada pasca pengesahan SOTK Baru tersebut. Mengapa demikian, agar jabatan dan tugas pelayanan publik dapat diisi dan dijalani oleh aparatur sipil negara di masing-masing tingkatan dengan dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten, yakni cakap secara aturan, dan pantas/patut mengisi jabatan tersebut dilihat dari latar belakang kemampuan akademik serta catatan kinerja terbaik dari individu pegawai tersebut sebelumnya.

Mengimplementasikan pola “Sistem Merit” dalam pengisian jabatan birokrasi tersebut, menurut Made Suwandi (KASN, 2016) menyatakan bahwa Sistem Merit adalah sistem dimana proses rekrutmen dan promosi pegawai didasarkan pada kemampuan dalam melaksanakan tugas, dan bukan karena koneksi politik atau alasan lainnya. Sistem merit menekankan pada ability, knowledge, skill and performance. Sistem merit merupakan lawan dari spoil system. Penerapan sistem merit dapat mewujudkan transparansi dalam pembinaan karier, mendorong kompetisi yang sehat, sehingga tidak akan ada lagi kesan like or dislike dalam mempromosikan seorang pegawai untuk menduduki suatu jabatan. Untuk kondisi low trust society, sistem merit dijamin melalui ujian secara terbuka dan transparan. Apa saja bentuk implikasi merit sistem jika dilaksanakan secara konsisten pasca perubahan SOTK Baru di Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau, serta Kabupaten dan Kota Se-Kepulauan Riau; 1) Melakukan rekrutmen, seleksi dan prioritas berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil; 2) Memperlakukan PNS secara adil dan setara; 3) Memberikan remunerasi yang setara dengan pekerjaan dan menghargai kinerja; 4) Menjaga standar yang tinggi; 5) Mengelola PNS secara efektif dan efisien; 6) Mempertahankan/memisahkan PNS berdasarkan kinerja; 7) Memberikan kesempatan PNS mengembangkan kompetensi; 8) Melindungi PNS dari politik; 9) PNS diberi perlindungan dari hukum yang tidak adil dan tidak terbuka.

Penerapan sistem merit (merit system) menurut Taufik Nurohman (2016), mengemukakan bahwa adanya kesesuaian antara kecakapan yang dimiliki seorang pegawai dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya, meliputi tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal/diklatpim, pendidikan dan latihan teknis, tingkat pengalaman kerja, dan tingkat penguasaan tugas dan pekerjaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem merit (merit system) dalam kebijakan promosi jabatan di daerah meliputi regulasi, kontrol eksternal dan komitmen pelaku.

Menyikapi dari indikasi atas fenomena pengisian jabatan birokrasi di Pemerintahan Daerah, baik itu pada tingkat Provinsi Kepulauan Riau, maupun di Kabupaten dan Kota se-Kepulauan Riau, perlu dititik-tumpukan perhatian para pegawai negeri sipil bahwa kini bukannya lagi zaman pegawai dengan pola kerja yang berangkat dari patologi birokrasi yang telah mengidap penyakit PGPS (Pintar Goblok Pendapatan Sama) dan berdasarkan kedekatan pejabat politik tertentu akan dapat posisi jabatan sesuai harapan karena di bilang orang dekat kepala daerah atau bercantol kepada hal-hal yang irasional, karena di era globalisasi sekarang yang semakin kompetitif ini, hanya birokrat yang handal dan mumpuni menjalankan fungsi-fungsi kepemerintahan yang baik.

Jangan pernah mengkhayal untuk mengisi jabatan dengan cara-cara licik dan picik akibat dari kolaborasi pemimpin politik kotor dengan birokrasi kumuh, kalau pun dapat itu tidak akan bertahan lama dengan baik, karena penegakan hukum semakin tegas dan nyata. Kini di Republik kita Indonesia tercinta telah hadir UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

Merit System” melahirkan suasana kerja tinggi dan komitmen aparatur sipil negara untuk semakin menciptakan rasa keadilan dalam pengisian karir jabatan. Seyogiya-nya kepala daerah berserta Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPPERJAKAT) untuk segera membentuk lembaga khusus yakni “Assesment Centre”. Dimana lembaga tersebut merupakan lembaga untuk memberikan kesempatan para ASN untuk mengikuti tes kemampuan untuk mendapatkan peluang karir dan jabatan yang jelas.

Menurut Sofyan Effendi mantan Rektor UGM dan mantan Kepala BKN, (dalam Sedarmayanti, 2010) menyatakan bahwa yang perlu diperhatikan dalam melakukan Reformasi Birokrasi yaitu; Pertama, Reformasi sektor publik harus lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan, profesionalisme, dan netralitas birokrasi publik guna mengurangi kekaburan peranan politik antara birokrat dan politisi. Proses politisasi birokrasi dan birokratisasi politik yang terjadi akibat dominasi dan hegemoni birokrasi dalam kehidupan politik perlu dikurangi agar birokrasi publik yang profesional dapat tumbuh lebih subur. Kedua, Intervensi pemerintah yang terlalu besar dalam kegiatan ekonomi terbukti mengandung penuh keterbatasan dan menyebabkan efisiensi besar. Karena itu sistem pemerintahan Praetorian yang sudah berjalan sejak awal Orde Baru perlu ditinjau kembali, dan dinilai keampuhannya secara lebih kritis sebagai penyelenggara pembangunan nasional bangsa Indonesia. Untuk itu sektor publik, terutama birokrasi publik, harus mengalami pergeseran nilai, dari otoriterianisme birokratis ke otonomi demokratis, atau perubahan dari negara pejabat menjadi pelayan.

Dengan demikian bahwa semua jabatan harus memiliki standar kompetensi, uraian tugas, target kinerja, indikator penilaian kinerja, serta mekanisme penilaian kinerja. Setiap pegawai harus memahami tugasnya, target kinerja, bagaimana kinerjanya dinilai, hasil penilaian, serta kaitan antara kinerja dengan remunerasi dan karier. Semoga Birokrasi di Pemerintahan Kepulauan Riau semakin professional dan istiqomah menjalankan tugas-tugas kenegaraan dalam pelayan publik yang dijalani dengan baik, dan Kepri secara umum akan menjadi negeri yang sejahtera dalam bingkai NKRI. Amin Ya Rabbal’alamin. ***












 November 2016

Alfiandri







Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment