TARBIYAH SOSIAL DI BULAN SUCI RAMADHAN


Bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah telah datang dimana surau, mushola, masjid akan selalu dipenuhi oleh para muslimin untuk mengejar ridho Allah SWT dan berusaha untuk menggapai tingkat ketaqwaan sebagaimana yang telah firmankan Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 183 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa”. Dalam hal ini penulis menggaris bawahi bahwa tingkat puncak yang ingin dicapai bagi tiap-tiap muslim yang beriman akan Islam maka puasa Ramadhan adalah merupakan jembatan usaha untuk menggapai ketaqwaan pada posisi sebenar-benar taqwa.

Apa yang sebenarnya yang ingin dibentuk didalam bulan ramdhan pada tahun 2016 ini ?, penulis merespons pada sisi aktivitas muslim didalam proses pendidikan (tarbiyah) sosial yang berlaku pada saat jelang ramadhan dan pasca ramadhan. Menukil dari pemikiran Syed Naquib al-Attas dari tulisan “Konsep Pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas” yang ditulis oleh Mujtahid (2013) sebagai salah seorang dosen di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, bahwa Al-Attas beranggapan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan kebajikan dalam “diri manusia” sebagai manusia dan sebagai diri individu. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang baik, yakni kehidupan materiil dan spirituilnya. Di samping, tujuan pendidikan Islam yang menitik beratkan pada pembentukan aspek pribadi individu, juga mengharapkan pembentukan masyarakat yang idel tidak terabaikan. Seperti dalam ucapannya, ...karena masyarakat terdiri dari perseorangan-perseorangan maka membuat setiap orang atau sebagian besar diantaranya menjadi orang-orang baik berarti pula menghasilkan suatu masyarakat yang baik.

Mengkritisi dari pemikiran diatas, maka penulis mencoba meneroka dan mengkomparasikan antara konsep dengan fakta-fakta sosial sebagai cerminan bagaimana seorang muslim pada saat jelang puasa di bulan suci Ramadhan dan setelah atau pasca bulan Ramadhan. Secara umum dapat dipastikan bahwa manusia adalah benar-benar makhluk sosial, yang mana didalam hidup dan kehidupannya tidak akan mungkin seorang manusia akan mampu terlepas dan terhindar dari lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, segala aktivitas sosial membutuhkan interkasi yang saling terkait dan terikat sebagai wujud intensitas berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya dengan prinsip saling memenuhi dan saling menjaga atas dasar memberi-menerima serta rasa atas memilliki sesuatu (take in give and sense of belonging) diatas nilai-nilai kemanusiaan. Adapun sebagai reaksi tarbiyah sosial yang dapat dikemukakan dalam fenenoma ramadhan dan reaksi tarbiyah sosial yaitu sebagai berikut :

Pertama : Fenomena silaturrahim. Ajaran Islam menganjurkan akan silaturahim antar anggota keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar. “Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim). Menyikapi konsep silaturrahim ini, penulis mencoba melihat secara objektif bahwa lingkungan sosial kita benar-benar berada pada titik nadir yang sangat memprihatinkan, dimana dapat dibuktikan bahwa perilaku pragmatis dan hedonis yang telah menggeser identitas manusia sebagai makhluk sosial, perilaku acuh dan tidak perduli akan sesama manusia terlihat secara jelas, misalnya adanya perilaku tidak mau perduli di jalan raya dengan menunjukan perilaku penggunaan telepon genggam pada saat berkendaraan, anak yang membunuh orang tua, perampokan dan lain sebagainya. Pada bulan ramadhan tahun 2016 sebagai bulan tarbiyah sosial ini seyogyanyalah perilaku silaturrahim kembali terajud dengan baik, sehingga dengan kualitas silaturrahim yang baik maka akan muncul sikap saling perduli antar sesama manusia dengan rajutan rasa kasih dan sayang yang tulus dan ikhlas.

Kedua : Fenomena memuliakan manusia dengan manusia lainnya. Ajaran cinta dan kasih sayang dalam Islam sangat-sangat merupakan ajaran yang sangat fundamental sebagai interpretasi prinsip “Habblum Minannas” atau interaksi sesama manusia. Azizi Noer dkk (2013) mengemukakan bahwa ada beberapa hal untuk menjaga hubungan pertemanan yaitu ; 1) Hormatilah teman, teman biasanya sebaya dengan kita, bahkan ada yang lebih tua dari kita, oleh karenanya sudah sepantasnya kita menghormati yang lebih tua. 2) Tidak bercanda keterlaluan. Kalau kita bersenda gurau hal hal yang kecil mugkin tidak masalah, tetapi kalau sudah diluar batas, maka hubungan itu bisa langsung retak.3) Sesekali kumpul. Biasanya jika ada waktu senggang ajak teman teman kita untuk hangout bareng ke mall untuk makan ataupun sekadar jalan jalan, ini berfungsi untuk mengakrabkan diri kita. Jangan terlalu sering karena akan merasa jenuh. 4) Bantu, bantulah teman jika mengalami kesulitan, ingat membantu dalam yang postif. Jangan sesekali membantu teman jika berbuat salah apalagi melanggar hukum.5) Ibadah berjamaah, selain mendapatkan pahala yang berlipat, beribadah dengan teman akan semakin akrab dengan teman.6) Saling mengingatkan, itu perlu karena sifat dasar manusia adalah pelupa. 7) Berbagi, saling memberi jika mempunya rejeki lebih. Pada puasa bulan suci Ramadhan tahun 2016 ini adalah merupakan momentum didalam pendidikan sosial bagi kita untuk kembali menyadari secara eksplisit bahwa persoalan kesenjangan antar sesama manusia dapat direntas apabila kita menyadari akan nilai mulianya memuliakan manusia dengan manusia lainnya, kita tidak akan lagi melihat dan menyaksikan bagaimana adanya cara-cara melakukan penipuan dan manipulasi (korupsi), peristiwa-peritiwa penzhaliman antar sesama manusia seperti halnya kasus-kasus pemerkosaan, pengroyokkan, adanya peristiwa unjuk rasa yang sampai penghilangan nyawa manusia dan pembakaran dan pengerusakan fasilitas-fasilitas umum, dan sebagainya.

Ketiga : Fenomena saling kunjung mengunjungi. Ada ungkapan orang-orang tua kita “Tunjukan muka nan jernih dan hati nan lapang”, faktanya kini hampir tidak dapat dipungkiri pada era atau zaman sekarang ini, aktivas manusia lebih disibukkan dengan hal-hal yang bersifat duniawi sehingga identitas dan kualitas akan waktu untuk saling kunjung mengunjungi mengalami suatu kondisi yang sangat memprihatinkan bagi kita semua. Sesungguhnya dapat kita lihat, dimana peristiwa-peristiwa kekerasan dan putusnya silaturrahim antar sesama manusia diakibatkan munculnya perilaku acuh atau apatis, tidak mau perduli, dan pada kondisi yang paling ekstrim adalah munculnya rasa dan sikap saling curiga yang berlebihan antara sesama manusia sehingga berujung pada fitnah-fitnah yang bertebaran yang tampilan-tampilan yang sangat tidak etis. Kesemua ini muncul karena semakin kritisnya perilaku sosial kita ditengah-tengah lingkungan sosial kita oleh rendahnya sebuah tradisi kemanusiaan saling kunjung mengunjungi. Padahal, dengan meluangkan waktu sejenak oleh diri kita masing-masing untuk kunjung mengujungi akan memperoleh manfaat yang sangat positif, maka akan hilanglah rasa curiga dan fitnah ditengah-tengah kehidupan kita. Bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah, sebagai bulan yang penuh rahmat ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mendidik pribadi dengan kepribadian yang unggul dengan menampilkan sikap perilkaku sosial yang responsif untuk mau mengerti dengan lingkungan sosial kita secara jernih, jeli dan utuh.

Keempat : Fenomena saling memberikan ucapan perkataan yang baik dan ucapan selamat. Di era yang serba canggih seperti sekarang ini, batas ruang dan waktu telah ditembus oleh maju nya peradaban teknologi manusia. Orang-orang tua kita selalu mengajarkan kepada kita akan satu nilai yang sangat mulia, ada ungkapan arif dan bijak sebagai sebuah ajaran sosial yang menurut penulis tidaklah bertentangan dalam ajaran Islam yakni “mulut mu adalah harimau mu, dan berkata-katalah dengan sebaik perkataan yang tidak menyinggung perasaan orang lain, maka disitulah kau akan menerima keselamatan”, kendati perbuatan tersebut amatlah terkesan ringan dan mudah akan tetapi sulit untuk kita wujudkan. Mengapa demikian ?, padahal dalam ajaran Islam, apabila ada saudara kita yang mengucapkan salam maka kita wajib untuk menjawab salam tersebut. Sebagaimana Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kamu tidak dapat memasuki Surga kecuali bila kamu beriman. Imanmu belumlah lengkap sehingga kamu berkasih-sayang satu sama lain. Maukah kuberitahukan kepadamu sesuatu yang jika kamu kerjakan, kamu akan menanamkan dan memperkuat kasih-sayang diantara kamu sekalian? Tebarkanlah ucapan salam satu sama lain, baik kepada yang kamu kenal maupun yang belum kamu kenal”. Puasa di bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah sebagai bulan candra dimuka bagi kita untuk membentuk mental baru secara sosial bagi kehidupan kita, karena di bulan yang mulia ini, secara sadar bahwa kita pasti mendidik diri kita untuk tidak berkata-kata dengan lancang, kotor, dan sesuka hati kita, yang pada akhirnya membentuk suatu sikap yang hati-hati dalam berkata-kata. Untuk mengimplementasikan kata-kata yang baik dan ucapan salam pada saat ini bukan lagi hal yang sulit, zaman yang sudah canggih ini sekarang sudah tersedia media yang mampu mentransformasikan ucapan dan salam kita, ada media-media jejaring sosial, SMS, dan lain sebagainya.

Kelima : Fenomena peduli pada aktivitas sosial dan batuan sosial. Bulan ramadhan ini merupakan bulan yang paling unik yang memiliki kekhasannya tersendiri. Mengapa demikian, pada bulan ramadhan penulis melihat adanya fenomena manusia yang sangat luar biasa. Peristiwa “sense of crisis” terjadi dengan sangat hebat, secara sederhana namun memiliki makna sosial yang luar biasa, dimana pada bulan ramadhan dapat kita lihat bahwa orang-orang berlomba-lomba untuk melakukan aktivitas-aktivitas kebajikan yang sangat menggugah rasa sosial diantara sesama; yakni adanya kelompok atau rumah tangga yang mengantarkan rezekinya ke tempat-tempat dimana dibutuhkan konsumsi bagi orang-orang yang akan berbuka puasa. Di kompleks perumahan diamana penulis tinggal, ibu-ibu rumah tangga disibukkan untuk menyiapkan bukaan bagi orang-orang yang berbuka puasa di masjid. Tinggi nya animo orang yang beribadah puasa untuk menyalurkan rezeki kepada para dhuafa dan ditambah lagi dengan ajaran Islam akan kewajiban membayar Zakat baik Zakat Mal dan Fitrah  sehingga momentum ramadhan benar-benar sejatinya mendidik sikap sosial kita untuk berbuat dan bermurah hati untuk saling berbagi.

Apa yang menjadi sebuah konklusi dari puasa di bulan suciRamadhan dan tarbiyah sosial bagi kita ?, nilai kritikal yang menjadi hal-ikhwal menurut hemat penulis adalah ternyata bulan ramadhan adalah bulan yang sangat ampuh mengajarkan atau mentransformasikan suatu nilai-nilai keyakinan kepada ruang-ruang aktivitas sosial dalam kehidupan manusia. Walaupun secara eksplisit diperlukan suatu media yang membentuk proses bagaimana manusia pasca ramadhan yang menjadi manusia yang memiliki kepribadian sosial yang tinggi dengan rasa peka yang sensitif dan mengarah kepada situasi sebaik-baik manusia didalam lingkungan sosial. Dan selanjutnya bahwa tulisan yang penulis lakukan belumlah secara utuh mengantarkan kebenaran hakiki secara utuh dan sempurna, dan semoga puasa di bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah tahun 2016 Masehi ini adalah sebagai usaha untuk mengatarkan pribadi kita sebagai makhluk sosial yang paripurna menuju kefitrahan manusia yang hakiki. Wallahu A'lam Bishawab


Juni 2016

ALFIANDRI
Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment