BERANDA RUMAH TERAKHIR



Dering handphone ku berulang kali berbunyi, "maaf, aku belum bisa mengangkat telpon dari nomor yang belum aku simpan di daftar phone book aku, baru 45 menit dari 3 sks mata kuliah yang aku ajar untuk hari ini gumam dalam hati". Ketika ku lihat waktu menunjukan pukul 14.45 menit di arloji yang melekat di lengan tanganku, nada dering itu kembali berbunyi dari nomor yang sama kembali masuk ke panggilan masuk untuk yang keenam kali nya, karena berulangkali rasa penasaran ku mulai muncul.  

Dari siapakah gerangan dan apa keperluannya hingga menghubungi aku secara berurutan terus menerus, hingga pada akhir nya aku putuskan untuk mengangkat telpon dari nomor yang tidak aku kenali tersebut.

"Yan, ini Ibu", terhenyak sejenak oleh waktu. "Ibu siapa ya" tanya ku dalam hati, dengan tenang aku balas, "Maaf Bu, kalau boleh saya tau, ini Ibu siapa ya ?", maaf kalau pertanyaan saya kurang santun.

"Oh, maaf Iyan, ini Ibu Atri", dengan jelas sang Ibu menjelaskan identitas nya seraya ku dengar beliau menghela dengan suara panik namun berusaha mengajak aku untuk mendengarkan keluh kesah nya.

"Iya Ibu, maaf dari tadi Ibu menghubungi saya, namun tidak saya angkat karena saya sedang mengajar Bu", sambung ku menjelaskan apa yang sebenarnya mengapa aku tidak mengangkat  dari awal ketika nomor handphone Ibu Atri menghubungi ke ponsel.

"Maaf Ibu, apa yang bisa Iyan bantu Bu ?, menawarkan diri dengan sikap sopan kepada Guru saat aku berusia SLTA dulu.

"Begini Iyan, besok kami harus keluar dari rumah yang selama ini kami tempati, karena ada surat dari perusahaan tambang sebagai pemilik bangunan rumah, karena sudah Dua minggu surat tersebut kami para penghuni rumah menerimanya, kami berusaha bernegosiasi kapada perusahaan tersebut, namun kami justru dapat surat peringatan keras. Surat terakhir yang kami terima diantar oleh pihak perusahaan dengan dikawal oleh sekuriti perusahaan, bukan lagi diantar oleh seorang staf perusahaan seperti biasanya yang telah mengantar surat peringatan pertama dan kedua"; dengan semangat Ibu Atri menjelaskan apa yang sedang dialami beliau dan para penghuni rumah panjang milik perusahaan tambang yang cukup lama berada mengeksplorasi galian tambangnya di pulau dimana orang tua dan kenangan indah masa kecil ku lalui.

"Lalu apa dan bagaimana Bu yang mesti Iyan lakukan dalam menghadapi masalah ini Bu ?", cara ku untuk menyela pembicaraan Bu Atri yang begitu semangat atau mungkin panik kehilangan cara mengahadapi masalah yang besok pagi akan mereka hadapi eksekusi rumah hunian yang memang dari dulu disediakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi para pegawai pemerintah daerah, maupun pegawai vertikal mengabdikan dirinya di kampung halaman ku, tak terkecuali para pahlawan tanpa jasa itu pun tinggal diperumahan milik perusahaan tambang tersebut.

Singkat cerita, Ibu Atri telah menghubungi para murid nya dahulu saat beliau mengajar di SLTA kami dulu. Beliau meminta tolong agar kami sore ini selepas Ashar untuk bisa hadir di kediaman beliau, beliau meminta pendapat dari kami apa yang semestinya di lakukan oleh para penghuni rumah tersebut. Pukul 17.09 di arloji menunjukan waktu tiba aku dan teman-teman di kediaman Ibu Atri, dan yang kami lihat adalah wajah murung serta sedih para penghuni rumah panjang milik perusahaan tambang tersebut.

Seorang sahabat kami berkomentar dengan pendapatnya, "Begini Bu, kami turut prihatin dengan kondisi ini, kalau kami baca surat ini sangat jelas bahwa semua penghuni harus meninggalkan rumah ini paling lambat besok sore pukul 16.00 waktu setempat, apakah para Ibu dan para penghuni telah melayangkan surat balasan untuk memohon penundaan agar tidak segera di eksekusi pengosongan rumah panjang ini ?", pernyataan tegas sahabat kami untuk memberikan semangat kepada masing-masing penghuni rumah panjang ini agar tidak langsung menyerah pasrah dengan keadaan yang sedang menimpa mereka.

Selang tak begitu lama langsung di sambut oleh sosok wanita tua renta, janda dari pahlawan tanpa jasa memberikan komentarnya.

"Anak-anak ku, kalian dulu dari tempat yang sama dan dulu orang tua kalian tetangga kami, kalian adalah orang yang beruntung tidak senasib dengan kami, kami kini pasrah dengan kebingungan kami, kami sudah tua, suami saya sudah lama meninggalkan kita semua, beliau tidak meninggalkan harta apalagi rumah yang layak untuk kami tinggal, dan tak menyangka ini bisa terjadi kepada diri kami, yang kami kira rumah ini akan menjadi saksi terakhir melihat sisa-sisa umur hidup kami", ya itu pernyataan Bu Tipah yang beriringan air mata mengungkapkan rasa isi hatinya, janda dari almarhum pak Awang guru sekolah dasar tempat dulu anak-anak kampung di wilayah daerah tambang berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tak kehilangan akal, seorang senior kami yang lebih tua usia nya menyodorkan diri jasa hukum kepada semua penghuni rumah panjang tersebut, dalam diam ternyata ada seorang profesi advokat yang lahir dari rumah panjang ini.

Tegas nada suara bang Wawan menyatakan bahwa "besok pagi saya melayangkan surat resmi ke perusahaan tambang untuk menunda serta mau membuat kebijakan perusahaan agar memfasilitasi dengan memberikan dukungan, agar tidak segera mengeksekusi dengan jaminan waktu paling lama para penghuni rumah panjang untuk Dua bulan proses pindah rumah, dan pihak perusahaan tidak melakukan intimidasi selama para penghuni rumah panjang mendapatkan tempat tinggal baru"; ya mungkin itu jalan cerdas melihat kondisi dimana perusahaan sudah tidak lagi beroperasi melakukan eksplorasi galian tambang nya di kampung kami kecil dulu.

Ya, barangkali itu solusi terbaik harus bisa ditempuh, kendati mungkin para pihak penghuni rumah panjang merasakan kurang puas atas jalan penyelesaian masalah tersebut, tapi minimal ada tegang waktu untuk berfikir dan mencari rumah lain bagi para penghuni rumah panjang dimana para sahabat tetangga orang tua kami dulu.

Tapi sayang, usaha bang Wawan sebagai pengacara tidak berjalan mulus sesuai harapan. Pihak perusahaan hanya memberikan waktu Dua minggu sejak dilayangkan nya surat kuasa penghuni rumah panjang tersebut menolak sikap dari keputusan perusahaan, pihak direksi dari perusahaan menyatakan keberatan mengingat itu merupakan keputusan yang sangat berdasar oleh pihak perusahaan karena tidak lagi beroperasi, namun mungkin perusahaan atas dasar kemanusiaan hanya memberikan tenggat waktu paling lama Dua minggu sejak surat resmi oleh pihak perusahaan kepada semua penghuni rumah panjang agar segera keluar pindah dari rumah panjang tersebut.

Ibu Atri kini sudah tidak lagi tinggal di rumah panjang itu lagi, beliau berhasil mendapatkan kontrakan. Bu Tipah janda pak Awang mendapatkan bantuan pulang kampung halaman beliau di pulau seberang, kendati awal nya bu Tipah keberatan pulang kampung karena sedih yang amat sangat berpisah jauh dari makam suami tercinta sang pahlawan tanpa jasa.

Waktu yang dikhawatirkan itu tiba, Satu alat berat masuk ke lokasi pembongkaran rumah panjang dimana sejuta kenangan indah kecil kami akan hilang terbang bersama debu pembongkaran rumah panjang. Tak terasa air mata haru bercampur sedih itu menetes ke pipi ku, tertawa tersungging kecil dari bibir teringat aku saat adik ku berlari ketakutan di kejar ayam betina yang menjaga anak nya dari gangguan manusia.

Oh, beranda rumah putih itu akhir nya runtuh. Pagar kayu bercat putih hasil kuas cat tangan Bapak ku akhir nya tumbang, ya tumbang oleh zaman. Waktu yang menjawab siklus kehidupan kita, suka cita dan duka cita bercampur aduk menyatu dalam rasa nan asa.

Kenangan ya kenangan menjadi dan biarlah dengan kenangan nya. Cerita lorong waktu hanyalah khayalan ketika kerinduan datang, kami yang besar kini dari kami dulu yang kecil kami. Menyimak hati aku, apakah ini puisi atau aku tak tahu, buku "Cerita Dari Digul" menginspirasi ku.


"Matahari Jalan Terus...."
Hilang hari berganti bulan,
Hilang bulan berganti tahun,
Walau banyak sobat kenalan,
Bung Pandu tetap sebagai kena penyakit ta'un,
Bukan bulus bukannya ikan,
Mari dekat!
Hanya kayu, terendam, berenang, berupa ikan mati;
Bukan kurus kurangnya makan,
Onderstand dapat!
Kurang merindu, mendendam, mengenang, menyinta di dalam hati.
(Cerita dari Digul, Pram, 2015:109)


Juni 2016

ALFIANDRI

Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment