MODERNISASI BIROKRASI DI KEPULAUAN RIAU Sebagai Wujud Transformasi dan Profesionalisme


Fenomena globalisasi kekinian menyedot perhatian semua orang, lembaga, bahkan organisasi negara yang dipaksa untuk ikut terseret arus kencangnya kompetisi yang semakin terbuka dan selektif, yang bermutu atau berkualitas yang akan menjadi pemenang dan akan terus eksis. Di tahun 2004 seorang ilmuan ekonomi Oxford University dan sekaligus praktisi keuangan internasional membuat prediksi dalam asumsi tesis tentang kondisi era globalisasi, beliau seorang Martin Wolf dalam bukunya Globalisasi; Jalan Menuju Kesejahteraan, menyatakan bahwa “negara dan pasar saling bertentangan adalah kebalikan dari kebenaran. Dunia butuh lebih banyak globalisasi, bukan lebih sedikit. Tapi kita hanya akan punya globaliasasi yang lebih banyak dan lebih baik kalau kita punya negara-negara yang lebih baik. Diatas segalanya, kita harus menyadari bahwa ketidaksetaraan dan kemiskinan yang persisten adalah konsekuensi bukan dari integrasi ekonomi dunia yang masih terbatas itu tapi konsekuensi dari fragmentasi politik dunia. Kalau kita ingin membuat dunia kita tempat yang lebih baik, kita harus melihat bukan pada kegagalan ekonomi pasar, tapi pada kemunafikan, keserakahan, dan kebodohan yang begitu sering mencemarkan politika kita, baik di negeri sedang membangun maupun sudah terbangun”.

Isu globalilasi dan kondisi keuangan negara yang defisit ini juga menarik perhatian bagi penyelenggaraan organisasi pemerintah yang juga dituntut bekerja keras secara efektif, efisien, serta modern dan inovatif. Di era yang sangat kompetitf dewasa ini merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari oleh penyelenggara negara, tanpa terkecuali pula baik itu di organisasi pemerintah daerah sekali pun. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Menjadi Undang-Undang, menuntut terjadinya tranformasi yang semakin terbuka agar daerah dan birokrasi pelayanan publik mampu meningkatkan kapasitas serta kapabilitas aparatur pemerintahan daerah nya, serta hadirnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menuntut secara ekstra totalitas birokrasi menjalankan tugas, fungsi serta kewenangannya secara komprehensif dan profesional.

Setiap kali pembahasan tentang birokrasi maka ada sosok nama yang tidak akan terpisahkan atas konsep birokrasi tersebut, yakni Max Weber dengan teori Birokrasi Weberian. Max Weber sebagai sarjana Sosiologi yang juga merupakan bapak dan guru dari lahirnya konsep birokrasi modern, beliau mengatakan birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan. Birokrasi ini dimaksudkan untuk mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak. Pemikiran Max Weber di dukung oleh sarjana berikutnya yaitu Fritz Morstein Marx (dalam buku Pandji Santosa, 2008) yang berjudul Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, bahwa birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.

Kesiapan birokrasi di Kepri yang handal merupakan jawaban pasti dari kondisi global yang sangat transformatif dan dinamis. Birokrasi idealnya apa yang dikatakan oleh Weber (dalam Irwan Noor, 2016) yang menyatakan bahwa birokrasi bergerak di atas gelombang sejarah paham determinisme yang akhirnya mendominasi kehidupan kemasyarakatan. Ini merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan seperti halnya munculnya massa proletariat yang menjadi kekuatan akhir dalam teori Marxis. Weber yakin bahwa birokrasi rasional akan semakin penting karena birokrasi tipe ini mempunyai ciri-ciri kecermatan, kontinuitas, disiplin ketat, dapat diandalkan dan merupakan bentuk organisasi yang paling memuaskan dari segi teknis. Dalam perkembangan berikutnya, birokrasi telah tumbuh menjadi figur utama yang menjadi penentu kekuasaan di dalam seluruh kehidupan masyarakat. Bagi Weber, persoalannya hanyalah pada masalah waktu, ciri-ciri kehidupan birokratis yang makin meningkat mencakup sentralisasi pembuatan keputusan, penekanan secara luar biasa pada kepatuhan terhadap kewenangan legal, pengembangan “code” (aturan) legal yang sederhana tetapi lengkap dan peraturan untuk mengatur setiap bidang kehidupan dalam negara.

Kepulauan Riau boleh dikatakan dengan sebutan daerah kepulauan yang merupakan miniatur bangsa Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka tidak salah jika Kepulauan Riau dijuluki sebagai daerah poros maritim Indonesia dan dunia. Kepulauan Riau dengan memiliki visi “Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia, Ramah Lingkungan dan Unggul di Bidang Maritim”, bukanlah pepesan kosong, butuh kerja ekstra dengan keterlibatan penuh birokrasi yang handal dan piawai untuk mendukung terwujudnya misi serta program kerja Kepala Daerah Kepulauan Riau.

Lalu bagaimana kita menyikapi serta menyiasati dialektika perkembangan zaman yang menuntut birokrasi Kepri sebagai aparatur pelayanan publik untuk mampu mengimbangi tuntutan arus modernisasi lingkungan masyarakat yang semakin maju pesat serta perkembangan arus informasi teknologi yang juga tak terbendung terus mengalami kemajuan yang semakin tidak terkendali di era globalisasi yang tanpa batas di Kepulauan Riau?, lalu apakah birokrasi di Kepri harus menghindar atau dituntut harus siap untuk menghadapi dinamika global yang sedemikian rupa tersebut?.
Menurut hemat saya, modernisasi birokrasi Kepri sebuah keniscayaan yang harus dibentuk dan diperkuat demi terwujudnya aparatur daerah yang profesional sesuai dengan tuntutan perubahan zaman dalam konteks era global yang semakin kompetitif. Birokrasi aparatur pemerintah daerah Kepulauan Riau tidak akan mungkin untuk menghindar dari kancah kompetisi era global, karena secara geogarfis Kepri dengan takdirnya berada di beranda negara Kesatuan Republik Indonesia, yang juga merupakan representasi wajah Indonesia.

Dengan demikian maka dukungan untuk mengarahkan birokrasi yang handal di Kepulauan Riau dapat diperkuat yaitu dengan memberikan fokus kepada; Pertama; Kesiapan pemerintah daerah untuk memberikan peningkatan kemampuan aparatur dalam bidang kerja yang terspesifikasi dalam pelayanan kebutuhan publik. Kedua; Kesempatan pengembangan diri secara pendidikan formal serta kursus singkat di dalam dan luar negeri dalam rangka peningkatan pengetahuan birokrasi aparatur pemerintahan daerah. Ketiga; Pembentukan mental model pribadi aparatur sebagai soft skill birokrasi pemerintah daerah yang semakin ahli dan berkompeten dibidangnya serta cekatan, cepat, serta tanggap dalam pemberian pelayanan publik. Keempat; Aparatur Birokrasi pemerintahan di Provinsi Kepualuan Riau adalah pribadi yang sangat memiliki etos kerja tinggi dan etika birokrasi yang baik, ramah, dan sopan dalam pemberian layanan publik. Kelima; Kejelasan waktu yang pasti dan terukur oleh aparatur birokrasi di daerah dalam pelayanan publik merupakan sebuah keniscyaan pasti sebagai wujud membangun kepercayaan setiap pemangku kepentingan yang memiliki ekspektasi usaha di Kepulauan Riau, dan Keenam; kekuatan seorang pemimpin daerah dalam memanajemen organisasi pemerintah daerah yang rasional serta didukung oleh aparatur birokrasi yang mampu bekerjasama secara tim guna mewujudkan visi daerah.


Oktober 2016

ALFIANDRI
Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment