MASIH ADA DIALEKTIKA IDEOLOGI ?


Pagi hari yang indah dengan langit yang cerah namun sedikit diselimuti kabut oleh embun pagi serta hembusan angin pagi menerpa terasa dingin di badan ku, maklum aku berada dilembah dari daerah dengan ketinggian 2.891 meter diatas permukaan laut. Daerah yang begitu indah yang dikelilingi oleh persawahan dan suara merdu gemericik nya air pancuran di samping Mesjid ditempat mana nenek aku tinggal.

Wah luar biasa ujar hati ku berkata, "dingin sekali nagari  (wilayah pemerintahan setingkat Desa di Sumatera Barat) ini". Suasana yang dingin nya pegunungan tersebut merasuk dalam dan hampir menusuk kedalam tulang ku dan membuat tubuh ku kaku kedinginan. Selang beberapa waktu yang tidak begitu lama datang nenek tua berusia lebih 100 tahun menyapa ku dalam logat bicara bahasa Minangkabau.

"Sia ko", tanya si nenek kepada diri ku.

"Alfiandri ni Inyiek (pangilan/sapaan nenek di kampung halaman orang tua ku di Sumatera Barat)", jawabku berusaha dengan sopan menjawab pertanyaan nenek ku.

Namun nenek mengulang dengan pertanyaan yang sama dan bertanya kembali, "Alfiandri sia ko ?", lalu aku pun menjawab "Alfiandri anak si Nurni anak Inyiek", dan si nenek ternyata tidak juga merespon dan mengerti dengan apa yang telah aku sampaikan, maklum usia nenek sudah lebih dari satu abad. Pendengaran dan penglihatannya juga sudah terganggu karena faktor usia yang sudah lanjut.

Di beranda rumah nenek ku, sapa pria paruh baya datang menghampiri ku dan bertanya dengan sopan; "bilo tibo ?", tanya paman ku. Dan aku jawab dengan berusaha santun, maklum aku bukanlah kelahiran di Sumatera Barat, karena aku lahir Riau dan dibesarkan di negeri Melayu Kepulauan Riau. "Tadi malam tiba Mak" jawab ku. Dalam bahasa Minangkabau panggilan paman di sapa dengan sebutan "Mamak".

Selang beberapa lama setelah pembicaraan ringan terjadi, lalu aku diajak oleh paman ku ke sawah dimana paman ku mengolah tanah milik suku yang diperuntukkan kepada diri nya. Aku pun turut ikut atas ajakan paman ku, seraya aku juga sudah lama tidak duduk di pondok di tengah sawah memperhatikan para petani sawah menggarap lahan sawah.

Suasana kampung yang masih begitu asri membuat aku semakin betah duduk berlama-lama di pondok buah karya tangan paman dan saudara-mara ku. Daerah kampung halaman orang tua ku dibawah kaki gunung merapi membuat aku penasaran tentang banyak hal akan Sumatera Barat, belum lagi tentang banyak tokoh besar yang lahir dari Sumatera Barat; mulai aku mengenal tokoh Mohammad Hatta, Buya Hamka, Agus Salim, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan banyak tokoh hebat lainnya yang mengitari memori otak ku untuk ku ingat satu persatu.

Sumatera Barat membuat aku semakin penasaran akan asal muasal nya, kampung halaman orang tua ku sudah maju akan perkembangan tuntutan zaman, dahsyatnya kekuatan ilmu pengetahuan teknologi modern semakin beringas mengubah pola hidup masyarakat di kampung, internet begitu hebat mewarnai wajah kampung itu. Aku mulai mengotak-atik keypad smartphone untuk mencari tau tentang Sumatera Barat, dari ensklopedia si google pencari data menerangkan bahwa menurut data wikipedia menerangkan Sumatera Barat memiliki sejarah yang luar biasa, sehingga aku takjub membacanya; diterangkan bahwa di pelosok desa Mahat, Suliki Gunung Mas, Kabupaten Lima Puluh Kota banyak ditemukan peninggalan kebudayaan megalitikum. Bukti arkeologis yang dite­mukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah Lima Puluh Kota dan sekitarnya merupakan daerah pertama yang dihuni oleh nenek moyang orang Minangkabau. Penafsiran ini ber­alasan, karena dari luhak Lima Puluh Kota ini mengalir beberapa sungai besar yang bermuara di pantai timur pu­lau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu. Selanjutnya ada history tentang nenek moyang orang Minang­kabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (In­dochina) mengarungi Laut Cina Sela­tan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian melayari sungai Kampar, sungai Siak, dan sungai Inderagiri. Setelah melakukan perjalanan panjang, mereka tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta per­adaban di wilayah Luhak Nan Tigo (Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar) sekarang.

Terdapat pula keterangan bahwa percampuran dengan para penda­tang pada masa-masa berikutnya me­nyebabkan tingkat kebudayaan mere­ka jadi berubah dan jumlah mereka ja­di bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka merantau ke berba­gai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke utara, menuju Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Sebagian lain pergi ke arah selatan menuju Solok, Sijunjung dan Dharmasraya. Banyak pula di antara me­reka yang menyebar ke bagian barat, teruta­ma ke daerah pesisir, seperti Tiku, Pariaman, dan Painan.

Oh.... alam Minangkabau dalam hela nafas panjang ku, Hembusan angin dipersawahan semakin sendu menyapa mata ku, tiupan angin itu mendera mata ku dengan berat nya menindih si kelopak mata. 

Sayup-sayup dari kejauhan tampak oleh ku sosok manusia takjub yang luar biasa, aku dipanggil nya dan kami pun akhir nya duduk bercerita panjang. Dalam hening suara angin sepoi di siang hari, aku mendengarkan banyak nasehat tentang manusia anak zaman hingga ideologi tentang karakter keyakinan perjuangan manusia sebagai makhluk sosial.

Negeri Minangkabau punya slogan nilai yang sangat memprovokasi struktur kelembagaan sosial masyarakatnya secara kental, ada ungkapan yang dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau secara kultur maupun institusional yakni "Adat Bersendi Syara', Syara' Bersendi Kitabullah". Ungkapan tersebut sejalan dari nasehat orang tua kepada diri ku. Beliau mengatakan bahwa ada perpaduan kekuatan yang luar biasa atau yang dikenal sebagai konfigurasi nilai, yaitu "Islam dan Socialisme". 

Dan pak tua memulai bercerita dengan mengawali berbagai macam pertanyaan-pertanyaan yang selalu dilontarkan kepada ku seperti anak panah yang lepas dari busurnya, lalu apa yang terjadi ?, adalah reaksi raut muka yang serius dan kerut kening kepala ku yang selalu mulai mengerenyit dalam jika untuk selalu  mendengarkan tiap nasehat dan ajaran pak tua yang harus ku simak secara sungguh-sungguh.

Pak tua mengurai kata demi kata secara beraturan agar aku mudah memahami dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh beliau, beliau memulai perkataannya dalam sebuah cerita sejarah; dimana dahulu ada partai sebelum nusantara merdeka dengan sebutan negara Indonesia Raya, partai tersebut dikenal dengan Partai Sarekat Islam dan memiliki surat kabar partai yang memuat berita dengan headline beritanya "Apakah Socialisme itu dan Socialisme berdasarkan Islam", akan tetapi akhirnya surat kabar tersebut tidak bisa bertahan dan memberitakan hal-hal yang bersifat ideologis dan provokatif dalam pergerakan kebangsaan, manusia dan kemerdekaan. Maklum imperialisme penjajahan di nusantara luar biasa bercokol dengan ganasnya dan selalu memantau-matai orang-orang pribumi.

Secara heroik pak tua berkata dalam ujar nya; "bahwa pada pembukaan kongres Al-Islam Hindia di Garut pada bulan Juni 1924 telah membentangkan dalam uraian yang amat pendek tentang Socialisme yang berdasarkan Islam". Pada pembukaan kongres tersebut sang tokoh partai berkata "Bukanlah sekali-kali maksud saya dalam kongres ini akan membuat propaganda yang bersifat politik semata-mata, tetapi dari karena kebahagiaan terbesar dari pada peri-kemanusiaan yang menanggung sengsara dalam pelbagai bahagian dunia, memandang dan menganggap yang akan dapat melepaskan mereka dari pada kesengsaraan itu ialah Socialisme, maka merasalah saya memikul wajib akan membabarkan uraian yang singkat sekali tentang Socialisme (atau keselamatannya pergaulan hidup manusia bersama), sebagai yang dikehendaki oleh agama Islam dan oleh ke-Islaman kita".

Perkataan Socialisme menurut pak tua bahwa Socialisme asalnya dari perkataan Latin yakni "Socius" yang maknanya dalam bahasa Belanda disebut "Makker"; dalam bahasa Melayu disebut "Teman", dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan "Kantja/Konco" dan dalam bahasa Arab disebut "Sahabat atau 'Asjrat".

Jadi faham Socialisme adalah berakar angan-angan (fikiran) yang nikmat yaitu angan-angan: het kameraadschappelijke (de kameraadschap); pertemanan; muhasabah atau mu'asyarah, kekoncoan. Socialisme mengutamakan persahabatan itu sebagai 'anasir pengikat didalam pergaulan hidup bersama (maatschappij). Maka dengan demikian paham Socialisme itu bertentangan dengan paham Individualisme yang hanya mengutamakan keperluan individu (seorang bagi dirinya sendiri).

Socialisme mengkehendaki cara hidup "Satu buat semua, dan semua buat satu", yaitu cara hidup yang hendak mempertunjukkan kepada kita bahwa kita ada memikul pertanggungjawaban diatas perbuatan kita satu sama lain. Berbeda dengan Individualisme yang hanya mengutamakan faham "tiap-tiap orang buat dirinya sendiri".

Lalu pak tua berkata dengan tegas kepada saya; ada yang perlu kau pahami wahai orang muda bahwa Socialisme dalam Islam adalah berdasarkan, atau berlandaskan atau bersandarkan kepada azas-azas Islam belaka. Socialisme yang kita tuju bermaksud mencari keselamatan dunia dan juga keselamatan akhirat.

Namun perbincangan akan faham Sosialis akan menjadi diskusi panjang, dan menarik untuk kembali dibahas menurut pak tua, karena ada empat bentuk Socialisme yang diajarkan oleh Barat yang melahirkan pemikiran Socialisme itu sendiri, yakni Sociaal-democratie, Anarchisme,  Staatsocialisme, dan Akkersocialisme.

Aku pun semakin termangu-mangu dan berdetak kagum atas uraian pak tua tadi, akan tetapi pak tua bilang; "cukup disini dulu uraian saya", dan lalu aku menggerutu seperti anak kecil yang di ganggu atas mainannya oleh orang lain.

Aku merasa tidak puas karena rasa penasaran ku belum terjawab tuntas akan dialektika tentang pergulatan ideologi dunia yang seolah-olah tidak tuntas dalam pembahasan peradaban manusia.

Aku hanya bisa kesal, kenapa cerita nasehat serta ajaran itu terputus di perjalanan bisikan jiwa yang semakin bergelora atas dialektika ideologi hanya karena teriakan abang sepupu ku yang membangunkan aku dalam mimpi cerdas indah ku.

AL, bangun !!!.... teriakan seorang laki-laki yang juga yang hampir usianya memasuki paruh baya; ternyata abang sepupu anak paman ku mengejutkan aku untuk makan siang karena waktu telah menunjukan saatnya para petani sawah untuk beristirahat makan dan shalat zhuhur.

Ohhhh...... aku bermimpi bertemu sosok orang hebat yang melahirkan banyak tokoh besar di negeri ini, termasuk Bung Karno sebagai muridnya. Ya Allah Rabb-ku di pondok ditengah sawah ini aku diimpikan bertemu dengan sosok pria berkumis tipis dengan lentik diatas bibir dan nanar mata nya yang tajam. Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dengan buku nya yang aku genggam telah membawa aku kealam dunia mimpi karena aku larut membaca buah pemikiran beliau yang berjudul "Islam dan Socialisme" yang ditulis pada tahun 1924 dan dicetak pada tahun 1950 oleh penerbit Bulan-Bintang Jakarta.

Aku masih berharap dapat berjumpa lagi untuk mendengar nasehat dan ajaran dari orang-orang yang luar biasa yang memilki integritas tinggi akan perjuangan terhadap kebenaran sebuah harkat martabat dalam peradaban manusia.

Akhir November 2015
ALFIANDRI
Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment