(MLM) Mak Lampir Metal


Hari dah mulai senja, waktu menunjukkan pukul lima setengah petang, hati emak dah mulai gelisah, "mane budak-budak ni ye ?!? ", tanya Emak di dalam hati kecil nya kembali.
Matahari dah mulai menyingsing menutup dirinya karena malu akan 'sang waktu' yang lebih berkuasa dengan posisi dan perannya.
Tapi bagaimana kini gundah gulana nya hati sang Ibu ?, suara orang mengaji di surau semakin jelas terdengar, karena waktu Magrib akan segera tiba, namun anak-anak nya belum juga muncul batang hidung nya.
"Mat, Andi, Minah !!!!!....", teriak si emak dengan lantang di atas lantai papan panggung rumah kami yang berada bibir pantai, "mane lah diorang ni ye ?!!?". Tanya si Emak dalam hati nya.
Maklumlah pulak, rumah kami berada diatas laut, ciri khas rumah panggung yang merupakan kediaman masyarakat melayu pesisir pantai di Kepulauan Riau.
Dengan membawa sebilah rotan penepuk tilam, Emak bergegas tergesa-gesa datang menuju ke arah kami yang lagi tengah asik pergi berkarang mencari Gong-Gong, Lokan, Kerang, dan Range (keluarga besar jenis kerang-kerangan yang hidup di laut dan terbenam di dalam lumpur atau pasir).
"Oiiiiiii.....", jerit panjang suara Emak kepada kami yang sambil mengayunkan rotan penepak tilam dan diarahkan kepada kami tiga beradik.
"Ini lah kerje nkorang bertige adek beradek ye", sapa emak kami dengan nada kesal dan berang.
"Yeee makkkk", sontak jawab kami serentak bercerai berai berlarian ketakutan karena Emak membawa rotan penepak tilam.
Adik ku yang paling bungsu si Minah tersungkur jatuh kedalam lumpur hingga wajah nya pun sulit kami kenali, kami pun tertawa terbahak-bahak dengan rasa geli melihat tingkah dan wajah adik kami yang sudah bercampur lumpur laut.
Tapi Emak memanglah luar biasa, dalam sekejap Mak sampai sudah pulak ke kami, macam pemeran bintang film aksi 'Flash', laju nye Mak berlari. Sebagai anak sulung (anak yang paling tua dari adik beradik dalam istilah masyarakat Melayu), Emak dengan penyebat rotan mampu dengan cepat menyebat ke kaki kami satu persatu, kami pun berteriak "hadoiiiiiii Mak sakit, ampon Mak, kami tak buat lagi".
"Nkorang tak ingat waktu ke ?!?, hari ni kan dah petang, Bapak engkau dah lama menunggu kalian di surau, kawan-kawan kalian dah bersih semua nak pergi mengaji". Celoteh Emak dengan nada tinggi, karena Emak marah kan sangat dengan kami.
"Mat, Bapak engkau tu guru ngaji, jangan buat malu Bapak dan Emak lah nak", sapa Emak seraya menampilkan wajah nya dengan sedih hati.
"Ye Mak", dengan serentak kami Tiga beradik menjawab, sambil menggosok-gosok kaki menahan perih sebatan rotan penepak tilam dari Emak.
Si Andi adik ku meraung menangis kesakitan karena di sebat rotan yang digenggam oleh Emak, apa kan daya, dah nasib badan si kurus ceking.  Namun ada kisah hebat dibalik tragisnya penderitaan kami, yang membuat kami semua berhenti menahan sakit dan sesak tangisan yang mendera hingga ke dada, karena ulah si Minah adik kami yang paling bungsu.
Spontan Emak cakap dengan kami di tepi perigi (sumur istilah orang melayu), sambil menimba air untuk memandikan kami yang kotor karena lumpur, "Minah.... ngape lah engkau ni macam Mak Lampir Metal", seraya kami tertegun terbelalak dengan ucapan Emak yang cakapkan Minah macam MLM. Sontak suasana pun menjadi pecah riuh tertawa geli dengan apa yang telah Emak ungkapkan tadi.
Padahal kalau kita tau 'Mak Lampir' tu kan nenek sihir, ngape pulak ada istilah metal ?, tanya si Andi ke Amat.
"Macam-macamnye Emak kite musisi lah ye, tau je jenis aliran musik", ungkap Amat sambil terpingkal-pingkal menahan tawa dan sakit akibat sebatan rotan.
Hahahahahahaha.... Minah macam Mak Lampir Metal (MLM).
Tanjungpinang, medio Nopember 2015,
Alfiandri.
Share on Google Plus

About alfiandri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Read »
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment